Sudahkah Mengenal Konsumen Muda ?

Wednesday, November 26, 2008








Foto2 dari HelloFest sabtu 22 Nov 2008 di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto Jakarta.
Inilah potret (sebagian) anak muda sekarang yang sangat berani berkespresi dan kreatif.



Acaranya sendiri merupakan festival film pendek (maksimal 10 menit) yang tahun ini diikuti 131 karya film anak negeri (animasi maupun non-animasi) yang disaring jadi 20 finalis kemudian ditonton bareng2 oleh banyak orang (tanpa kategori film), dan kemudian dipilih film terbaik menurut penonton. Selain itu, penonton juga diharapkan datang berkostum (cosplayer) serta ada kontes khusus untuk cosplayer tersebut yang tahun ini diikuti 130 orang (namun lebih dari 200 cosplayer yang hadir berkostum di acara tahun ini). Acaranya seru dan didatangi oleh ribuan orang.

Seperti itulah potret anak muda sekarang. Ekspresif dan kreatif. Pertanyaannya, apakah kita sudah benar-benar mengenal mereka sebagai konsumen ?

Sampai Jumpa di HelloFest tahun depan !


Posted by Andrias Ekoyuono
For Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
photos koleksi pribadi dan dari panitia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Iklan Prabowo dan Iklan Sutrisno Bachir

Monday, October 20, 2008

Minggu lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis survey terbaru tentang calon presiden RI. Seperti disebutkan disini :

Hasilnya, SBY memperoleh 32 persen suara, Mega 24 persen, Wiranto 6 persen, Prabowo 5 persen dan Sri Sultan 4 persen, Hidayat Nurwahid 3 persen, Amien 3 Persen. Sedangkan Jusuf Kalla (JK) hanya memperoleh suara 2 persen

Yang menarik adalah hasil berbeda yang didapat oleh 2 capres yang beriklan secara masif, Prabowo dan Sutrisno Bachir (SB). Prabowo berhasil menyeruak ke peringkat 4, sementara Sutrisno Bachir tidak berhasil menapaki 8 besar. Kenapa ?


Yang pertama tentu faktor nama Prabowo yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat dibanding Sutrisno Bachir, sehingga modal awarenessnya sudah ada.

Namun bukan itu saja penyebabnya. Iklan-iklan SB di media bahkan di jalanan sepanjang jalur mudik tentu berhasil membuatnya lebih dikenal. Tapi kenapa ketika responden diminta menyebutkan siapa capres yang dia pilih seandainya pemilu diadakan hari itu, maka nama Sutrisno Bachir kalah dibanding Prabowo yang baru-baru saja beriklan ?

Salah satu sebabnya adalah komunikasi iklan yang dilakukan. Iklan SB memang berhasil menciptakan awareness, tapi sayang momentum yang bagus tidak diteruskan dengan mengkomunikasikan "reason to choose" bagi para pemilih untuk memilih SB. Sementara iklan Prabowo cerdik dalam memilih isu-isu pertanian dan pasar tradisional yang dekat dengan keseharian banyak orang, sehingga setelah awareness terbentuk, maka iklan itu memberikan alasan bagi pemilih untuk memilihnya.

Menurut Anda ?

Hmm...Pemilu masih panjang, kita tentu akan makin sering melihat dinamika komunikasi partai, caleg, maupun capres. Mari sama-sama saksikan tontonan ini :-)

Posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Marketing Politik

Thursday, September 25, 2008


Ranah dunia perpolitikan Indonesia mulai menghangat lagi menjelang Pemilu 2009. Hajatan 5 tahunan ini juga menjadi hajatan besar bagi para marketer, khususnya rekan-rekan advertising agency hingga produksi. Iklan TV. printAd, hingga spanduk dan kaos adalah sarana partai, (bakal) capres, dan caleg memperkenalkan dirinya.

Suasana hangat bisa dirasakan dari layar kaca. Iklan Sutrisno Bachir, Rizal Mallarangeng, Prabowo, dan lain-lain berseliweran mencoba menarik perhatian. Tidak kalah ramai juga iklan partai-partai seperti Demokrat, Hanura, hingga Gerindra. Demikian juga suasana jalanan sudah dimeriahkan dengan berbagai umbul-umbul, spanduk, dan bendera.


Politik memang ladang yang gurih untuk dimarketingkan. Bukan hanya Pemilu DPR dan Pilpres saja, Pilkada Langsung telah menyebabkan jumlah hajatan politik berlipat ganda. Coba hitung saja, ada berapa banyak kabupaten/kota dan propinsi, dan kalikan dengan jumlah calon kepala daerah, maka didapatkan potensi besar bagi marketer.

Namun marketing politik tidaklah mudah. Kita mulai saja dari target marketnya. Para pemilih tersebar dalam beragam segmen: usia muda hingga tua, tinggal di kota maupun desa, pria dan wanita, agama yang berbeda, miskin hingga kaya, tidak berpendidikan hingga doktor, dan lain-lain. Jadi target marketnya beragam sekali, susah sekali bila hanya mengandalkan suara dari 1 segmen saja untuk menang. Karena target market beragam, maka komunikasi yang diciptakan tentu akan berbeda di tiap segmen.

Karena beragam itulah, maka komunikasi Above The Line (ATL) via iklan (TV, radio, koran) sering menjadi pilihan pertama. Namun itu semua hanya menghasilkan Awaraness semata. Sementara dalam teori klasik tentang hubungan kepada calon konsumen mengikuti alur AIDA (Awaraness Interest Desire Action) atau AISAS (Awaraness Interest Search Action Share) bagi konsumen di era internet. Jadi akibatnya bila hanya sebatas komunikasi ATL, maka masih jauh untuk mendapatkan suara pemilih. Idealnya dilakukan kombinasi kegiatan marketing hingga pemilih melakukan "Action". Maka tidak heran bila calon/partai -seperti halnya produk- kerap mengumbar gimmick dan bonus agar pemilihnya tidak berpaling :-)

Sales force juga merupakan faktor yang sangat penting dalam keseluruhan elemen marketing. Nah dalam politik, sales force ini adalah para kader. Seperti halnya sales force, maka memang sulit untuk mengharapkan kader bekerja keras menjual calon/partai apabila tidak ada insentif yang memadai. Insentif yang diharapkan para kader itu bisa berupa finansial, sosial, emosional, maupun tujuan religius. Sehingga perlu disusun dengan cermat program pengembangan kader termasuk insentifnya.

Kesimpulannya, marketing politik bukanlah hal yang sederhana. Ada yang mau nambahin ?

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspiras dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Jose Mourinho, Sebuah Brand

Tuesday, September 16, 2008


Bila para pecandu sepakbola ditanya siapakah pelatih sepakbola yang paling dikenal di dunia saat ini ? Maka nama Jose Mourinho -sekarang melatih Inter Milan- akan banyak disebut. Apalagi bila dikaitkan dengan berapa banyak tulisan di media yang memuat namanya, maka hampir dipastikan bahwa kepopuleran Jose Mourinho alias The Special One di media akan sulit ditandingi, bahkan oleh para pemain bintang sekalipun. Setiap ucapan, komentar, dan tindakannya selalu menjadi berita menarik bagi media maupun bagi para pecandu sepakbola. Bila anda mengikuti pemberitaan dunia sepakbola, tentu masih ingat bagaimana hebohnya pemberitaan tentang dimanakah Jose Mourinho akan melatih setelah keluar dari Chelsea, hebohnya tidak kalah dengan berita isu transfer Cristiano Ronaldo dari MU ke Real Madrid.


Sebagaimana layaknya sebuah brand, Mourinho merupakan personifikasi yang diharapkan dari sebuah brand. Dimulai dari kualitas kepelatihan yang terbukti dengan menyumbangkan banyak gelar buat Porto maupun Chelsea, penampilan keren dan menarik di pinggir lapangan, hingga kepiawaiannya ber public relation dengan menggunakan pernyataan-pernyataannya yang selalu menjadi bahan berita bagi media. Mourinho juga piawai mengelaborasi resource yang dia miliki untuk bekerja bersama memenangkan laga, terbukti dengan kedekatan dengan para pemainnya. Bahkan berkat kepopulerannya maka media tidak mengarahkan tekanan ke pemain tetapi ke Mourinho, dan justru The Special One menyukai hal itu sebagai upaya melindungi kesolidan timnya.

Inter Milan bukan cuma merekrut seorang pelatih, tapi Inter Milan merekrut sebuah brand yang dahsyat. Roberto Mancini saja yang telah menyumbangkan gelar juara serie A yang lama didamba harus rela ditendang demi kehadiran The Special One. Bukan hanya Inter Milan yang menuai efek marketingnya, tapi juga Serie A bagaikan mendapatkan setitik cahaya untuk mendapatkan lagi perhatian dari insan sepakbola dunia. Maka tidaklah heran bila Jose Mourinho adalah pelatih termahal di dunia. That's the power of (personal) brand !

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Me-marketing-kan Jalan Tol ?

Thursday, September 04, 2008


Jalan tol tidak bisa lepas dari kehidupan orang Jakarta, tiap hari selalu padat oleh kendaraan berbagai tipe. Setiap bepergian, nampaknya jalan tol bukan lagi menjadi jalan alternatif, tapi lebih menjadi pilihan utama. Dari situ muncul pertanyaan menggelitik, perlukah me-marketing-kan jalan tol ?

Jawabannya, untuk saat ini adalah "Tidak !". Marketing muncul apabila konsumen dihadapkan pada pilihan akan produk/jasa, sehingga sebuah produk/jasa perlu melakukan aktifitas marketing agar dipilih oleh konsumen. Jadi marketing lahir akibat kompetisi dengan kompetitor, baik itu direct competitor maupun indirect competitor.

Pada kasus jalan tol ini, konsumen tidak punya pilihan lain selain memakai jalan tol (meskipun tetap macet juga). Lain soal bila indirect competitor dari jalan tol mulai berhasil menarik minat pengendara mobil. Misalnya, karena adanya subway atau busway yang nyaman, maka jumlah pengendara mobil berkurang drastis sehingga jalan tol tidak lagi menjadi bisnis yang menguntungkan. Nah barulah jalan tol perlu di-marketing-kan.

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Inspirasi : Apple Ads - Mac vs PC

Monday, August 25, 2008

Baru-baru ini, Mac meluncurkan serangkaian iklan TV "Mac vs PC" yang sangat tajam menyindir PC (baca:Microsoft)








Itu baru sebagian ! Total ada 15 iklan TV yang menohok :-)

Baca artikel ini selengkapnya ...

Berkah Sinetron Bagi TV Kabel

Monday, August 18, 2008


Menjamurnya sinetron dan acara kontes-kontesan pada prime time tayangan TV free-to-air alias televisi non-kabel (RCTI, SCTV, Indosiar, dll) ternyata membawa berkah bagi industri Pay TV alias TV Kabel (Indovision, Telkomvision, FirstMedia, Astro, dll). Sebagian masyarakat yang jengah dengan tontonan reguler di televisi mulai mengadopsi Pay TV di rumahnya. Alasannya diawali dengan beragamnya pilihan stasiun dan jenis acara yang tersedia di Pay TV , mulai dari film, dokumenter, musik, fashion, anak, hingga berita. Namun ceritanya tidak berhenti sampai disitu.

Jaringan Pay TV (kabel atau satelit) yang menjangkau hingga ke banyak rumah merupakan sebuah bisnis yang sangat menarik. Dengan ditebarnya jaringan hingga banyak rumah, maka bukan cuma siaran TV yang bisa ikut disalurkan, tapi juga internet/data, VOIP, dan e-commerce bisa digelindingkan hingga ke rumah-rumah pelanggan.

Untuk itu, tidak heran jika para raksasa penyedia Pay TV berinvestasi habis-habisan untuk memperluas jaringan dan mendapatkan sebanyak mungkin pelanggan. Indovision (MNC) kabarnya juga telah meluncurkan satelit baru yang bakal mampu dimanfaatkan untuk mengintegrasikan TV, mobile, internet, dan e-commerce. Sementara FirstMedia (Lippo) juga terlihat habis-habisan menggelar jaringan serta memasarkan internet+pay TV nya, dan mungkin berminat menghidupkan kembali bisnis e-commerce nya yang dulu meluncur sebelum masanya. Sementara Telkom nampak serius membenahi Telkomvision, terutama melakukan terobosan paket-paket murah untuk menjangkau daerah sub-urban, sedangkan tentang jaringan tentu kita semua sudah tahu kekuatannya. Astro berusaha memperkuat content, termasuk dengan memproduksi banyak content spesifik. Sementara itu, masih ada lagi satu pemain (AoraTV atau PT Karya Megah Adijaya) yang ber soft launching dengan menjual program siaran langsung olimpiade, kemudian juga berhasil mendapatkan siaran sepakbola Liga Inggris, kabarnya big commercial launchnya akan dilakukan awal tahun depan.

Makin menarik saja bisnis ini. What do you think ?


Posted by Andrias Ekoyuono
For Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Atmosfear, FX, Upaya Memasarkan Mall

Friday, August 08, 2008


Membuat mall mencapai target jumlah pengunjung bukanlah hal yang mudah, apalagi di Jakarta yang notabene sudah "penuh" mall dengan berbagai ukuran dan target market, dari mall kecil hingga mall-mall raksasa seperti Grand Indonesia dan Senayan City. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bila memasarkan mall yang ternyata tidak jauh dari pemasaran produk yang lain.

Yang pertama tentu adalah mencoba mengerti kebutuhan target marketnya, karena masing-masing mall tentu sudah punya siapakah yang menjadi target marketnya. Setiap segmen punya kebutuhan yang berbeda. Kalangan pekerja profesional punya kebutuhan berbeda dengan pelajar, demikian juga masyarakat berpenghasilan tinggi berbeda kebutuhan dengan masyarakat berpenghasilan menengah. Kemudian dari situ mulai diberi konsep yang kuat yang menjadi dasar pengembangan mall tersebut.


Selain mengisi mall dengan toko-toko yang sesuai, biasanya pengelola mall mencoba menarik pengunjung dengan berbagai hal. Sebelum mall dibuka, biasanya telah ada komitmen dari para anchor tenant/ anchor store yang menjadi daya tarik besar untuk kehadiran pengunjung. Anchor tenant bisa berupa hypermarket, department store ternama, kedai kopi favorit, hingga restoran fast food terkemuka. Anchor tenant memiliki deal khusus dengan pengelola mall karena pada dasarnya kehadiran mereka bisa menjadi garansi jumlah pengunjung mall itu.

Ada juga cara lain menarik pengunjung dengan memberikan wahana unik seperti yang dilakukan oleh FX, Jl Sudirman, Jakarta (dulu Sudirman Palace). Wahana itu diberi nama Atmosfear yang merupakan slider/perosotan setinggi 7 lantai ! Atmosfear yang dirancang dan diproduksi di Jerman ini memang memacu adrenalin dan menarik bagi pengunjung. Cukup belanja rp 100.000,- di semua tenant FX, maka pengunjung bisa mendapat 2 tiket untuk mencoba Atmosfear. Wahana unik ini rupanya bisa menjadi word of mouth dan menarik orang untuk datang ke FX.

Bukan cuma wahana, event juga menjadi cara menarik pengunjung. Selain itu, berbagai upaya promosi hingga memilih selebritis sebagai endorser juga menjadikan mall menarik bagi pengunjung maupun calon tenant. Upaya promosi yang cukup heavy juga dilakukan oleh Senayan City yang menggaet banyak artis sebagai endorser dan juga kerjasama yang erat dengan SCTV sehingga banyak acara SCTV disiarkan dari dalam mall di Senayan City.

Jadi, Mall (dan juga properti lainnya) adalah produk juga sehingga memerlukan langkah strategis dalam memasarkannya

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Inspirasi : Gurilla Advertisement

Wednesday, August 06, 2008

Baca artikel ini selengkapnya ...

Iklan AXE : ada yang kenal ?

Friday, August 01, 2008

Mulai dari posting ini, saya mencoba sistem comment dari DisQus. Semoga memudahkan para pembaca untuk memberikan komentar pad posting-posting saya. Thanks



posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Beda Pisang Goreng Pontia dan Roti Boy

Wednesday, July 30, 2008


Yang tinggal di Jakarta tentu masih ingat bagaimana hebohnya Pisang Goreng Pontianak dengan brand Pisang Pontia, makanan ini sebenarnya adalah pisang pontianak yang digoreng "kremes". Pisang Pontia sempat menyedot banyak perhatian hingga menghasilkan antrian mengular demi mendapatkannya, bahkan sempat terjadi pembatasan pembelian hingga nyamaksimal 10 biji per pembelian. Namun sekarang Pisang Pontia sudah tidak heboh lagi, salah satu outletnya di jalan alternatif cibubur sudah tutup.

Sementara itu, Roti Boy yang juga hanya menjual 1 macam makanan berbeda nasib dengan Pisang Pontia. Sampai saat ini gerai Roti Boy masih berkibar di banyak tempat. Terus apa bedanya ? Mengapa Pisang Pontia tidak bisa bertahan seperti Roti Boy ? Mengapa Pisang Pontia hanya sekedar trend sesaat ?


Yang pertama adalah masalah rendahnya entry barrier buat kompetitor atau mee too product. Kehebohan Pisang Pontia tidak disia-siakan oleh pedagang lain, maka dengan segera bermunculan banyak penjual pisang goreng pontianak "kremes" dengan rasa yang mirip bahkan lebih enak. Pedagang-pedagang itupun bahkan kreatif dengan memberikan varian rasa yang bermacam-macam. Dengan segera pula hilanglah keunikan produk Pisang Pontia.

Hal yang berbeda terjadi dengan Roti Boy. Roti Boy mungkin sebenarnya adalah roti manis/roti polo/ bun. Tapi keunikan rasa kopinya, kerenyahannya, serta komponen rasa lainnya memang tidak bisa ditiru oleh produsen lain. Keunikan inilah yang membuat konsumen mengasosiasikan erat antara brand Roti Boy dengan produknya, artinya bila diingat kata Roti Boy, maka bayangan rasanya serta tempat membelinya sudah tertanam di benak konsumen. Roti Boy is Roti Boy, it is not just an ordinary bun.

Hal yang kedua adalah menyangkut positioningnya. Pisang Pontia dengan harga Rp. 2000,- dan berjualan di kios pinggir jalan menyasar target pasar yang lebar, hampir semua orang bisa membelinya. Kondisi seperti itu membuat nilai brand Pisang Pontia tidak tinggi, begitu ada orang lain bisa membuat produk yang serupa maka orang tidak memfanatikkan dirinya untuk harus makan pisang goreng pontianak dengan brand Pisang Pontia. Berbeda dengan Roti Boy yang positioningnya lebih tinggi. Gerainya hanya terdapat di tempat-tempat tertentu seperti perkantoran, mall, atau bandara. Di sini konsumennya memang lebih peduli terhadap brand, sehingga tingkat keterikatan konsumen Roti Boy lebih tinggi.

Secara umum pelajarannya adalah Pisang Pontia dengan cepat berubah menjadi komoditas. Bila sebuah brand sudah berubah menjadi komoditas, maka nilainya menjadi sulit dipertahankan. Maka diferensiasi amatlah penting untuk menjaga "jiwa" dari brand agar tidak berubah menjadi komoditas.

Anyway, meskipun meredup, toh pemilik Pisang Pontia sudah untung besar bukan ? :-D


posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Momentum Promosi Lagu

Monday, July 28, 2008

Dengan populernya ringbacktone yang konon kabar keuntungannya sudah bisa menutupi penurunan keuntungan karena pembajakan CD, maka upaya promosi untuk lagu karya musisi anak negeri makin gencar dilakukan. Lebih gurih lagi adalah kenyataan bahwa saat ini adalah momentum yang tepat untuk mempromosikan lagu dengan makin beragamnya media yang bisa digunakan.

Bila beberapa tahun terakhir radio menjadi andalan satu-satunya setelah makin sempitnya lahan menayangkan video klip, praktis hanya MTV lah yang bisa dipakai menayangkan video klip secara relatif utuh. Namun sekarang TV Nasional lain seperti SCTV, RCTI, dan ANTV kembali menayangkan acara pemutaran video klip dengan tajuk "Inbox", "Dahsyat", dan "Klik".

Tidak hanya televisi, YouTube rupanya juga menjadi ajang promosi yang seru untuk penayangan video klip utuh. Pasti hanya ampuh untuk penyanyi yang sudah terkenal ? Ternyata tidak. Sudah coba cek penyanyi pendatang baru dengan nama Aura Kasih di YouTube ? Silahkan dicek disini. Ternyata video klipnya sudah dilihat ratusan ribu kali di YouTube. Atau coba cek video klip Afgan yang tak kalah populernya disini dan disini.



Selain itu, soundtrack sinetron juga merupakan ajang ampuh untuk mempromosikan lagu, terbukti dengan makin larisnya Letto setelah lagunya menjadi soundtrack sinetron. Belum lagi ditambah iklan-iklan ringbactone lagu tertentu yang memang didesain untuk mempromosikan lagu (dan ringbacktonenya).

Jadi, bikin video klip dan promosikan lagumu sekarang ! :-D

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Advertorial : Google & detikcom Bikin Seminar

Monday, July 21, 2008

Jumlah pengguna internet terus bertambah. Bagaiamana pengusaha UKM dapat memanfaatkan peluang tersebut ? Bagaimana memanfaatkan internet untuk pengembangan bisnis UKM dengan biaya terjangkau ?

Google dan detikcom menyelenggarakan :

Seminar*
MEMANFAATKAN INTERNET UNTUK PENGEMBANGAN BISNIS



Kamis, 14 Agustus 2008, pukul 08.30
Bertempat di Ballroom 3B- 3C, The Ritz Carlton Pasific Place, Jakarta
Pembicara :
- Derek Callow, Marketing Lead - Southeast Asia, Google Inc.
- Budiono Darsono, Founder, detikcom
- Robby Susatyo, Managing Director, Synovate Indonesia

TEMPAT TERBATAS !

Registrasi : Indri (021) 794 1177 ext 576 atau indri@agrakom.com
Biaya registrasi : Rp. 100.000,- termasuk free Google Adwords senilai $50, free detik Adpoint senilai Rp 250,000,- , coffee break, lunch.
*Seminar ini untuk pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah

Seminar ini juga didukung oleh :
SWA, Marketing, Franchise, dan SmartFM

Baca artikel ini selengkapnya ...

Pameran Bukan Hanya Untuk Jualan

Sunday, July 13, 2008


Pameran merupakan salah satu ajang promosi yang populer. Seperti halnya promotional tools yang lain, keikutsertaan sebuah brand dalam pameran perlu dipersiapkan dengan seksama. Diawali dari identifikasi siapakah pengunjung pameran itu, lokasinya, dan apakah tujuan dari sebuah brand untuk berpameran.

Keikutsertaan di ajang Jakarta Fair misalnya, umumnya brand memanfaatkan ajang sebulan penuh itu dengan tujuan utama terjadinya transaksi penjualan, baik langsung ke end user maupun melalui perekrutan distributor dan outlet-outlet baru. Sementara, ajang pameran seperti Indonesia International Motor Show 2008 biasanya bukan hanya bertujuan untuk penjualan, namun juga merupakan ajang branding maupun launching produk baru. Karena IIMS bisa dibilang merupakan showcase dari para pelaku industri otomotif di tanah air.

Seperti yang dilakukan Toyota pada IIMS 2008 ini. Bila semata-semata hendak mengejar transaksi penjualan di pameran, maka Toyota tidak akan repot-repot mendatangkan i-Real, FT-HS, maupun Toyota Prius. Karena kendaraan-kendaraan itu saat ini tidak dijual di pasar Indonesia dan tentu butuh proses dan biaya yang tidak murah untuk menghadirkannya di IIMS 2008. Hal itu merupakan cara Toyota untuk menegaskan tagline "Moving Forward" kepada para pengunjung maupun media yang meliput pameran. Dengan makin tertanamnya brand credibility dari Toyota di mata pengunjung, maka produk-produk baru yang diperkenalkan di acara tersebut ( seperti Toyota Alphard baru), maupun produk-produk yang lain akan mendapat imbas nafas "Moving Forward" juga.

Jadi pameran bukan sekedar jumlah transaksi, ada tujuan lain yang bisa dicapai asal disesuaikan dengan acara, peserta, pengunjung, lokasi, dan nilai event pameran itu sendiri di mata masyarakat dan media.

NB :
- Toyota Prius adalah simbol kampanye hijau yang cukup sukses di luar sana, denger-denger ada 6 biji yang didatangkan Toyota Astra Motor untuk diujicoba
- Toyota Yaris yang dimodif ternyata keren juga , seru juga kalau melengkapi line-up Toyota di rumah, ada yang punya pengalaman ?



posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Mengenal Segmen Upper Market

Wednesday, July 09, 2008


Pasar kelas atas merupakan pasar yang sangat menjanjikan, Nielsen menyebutnya dengan istilah Upper Market. Orang-orang di segmen inilah yang disebut gak ada matinya ! alias relatif tidak terpengaruh terhadap fluktuasi harga kebutuhan pokok. Menurut Nielsen, segmen upper market ini mencapai 1,6% dari populasi Jabodetabek dan 2,3% dari populasi Surabaya. Nah siapa saja yang disebut upper market oleh Nielsen ?

Kriteria Upper Market menurut Nielsen adalah:

  • Household Socio Economic Status/SES (maksimum 4 anggota keluarga) adalah sebesar pengeluaran minimum Rp. 5 juta perbulan, dan SES minimum per orang adalah Rp. 1,25 juta. SES dihitung berdasarkaan pengeluaran rata-rata rumah tangga per bulan untuk belanja rutin, termasuk semua pengeluaran belanja sehari-hari seperti makan, uang sekolah anak, listrik, air, rokok, gaji pembantu, sewa bulanan dan pengeluaran rutin lainnya. Tetapi tidak termasuk arisan, cicilan, kontrak rumah, menonton bioskop, rekreasi, pakaian dan pengeluaran tidak rutin lainnya.
  • Tempat tinggal merupakan bangunan bata/ permanen dengan pagar (kecuali di area real estate yang menisyaratkan tanpa pagar).
  • Tempat tinggal berlokasi di tepi jalan 2 arah (jalan yang bisa dipakai bersimpangan 2 mobil).
  • Harus memiliki : kulkas, kompor gas (minimal 2 burner), AC, dan mobil pribadi.
  • Memiliki minimal 14 dari 28 alat rumah tangga yang lain (menurut daftar).
Nah, sudah tahu kriterianya ? Jadi ini memang segmen yang menarik bagi para marketer.


posted by Andrias Ekoyuono
for Inspiras dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

AISAS, Perubahan Konsumen di Era Internet

Wednesday, June 25, 2008


Alur interaksi antara konsumen dengan brand/product sebelumnya dikenal secara umum melaluoi alur AIDA (Awaraness - Interest - Desire - Action). Namun kehadiran internet telah merubah paradigma konsumen, sehingga Dentsu memperkenalkan AISAS sebagai pola baru interaksi antara konsumen dengan produk atau brand.

AISAS adalah kepanjangan dari Awaraness - Interest - Search - Action - Share.

Awaraness adalah kata lain dari "Tak Kenal Maka Tak Sayang". Sebuah produk harus diperkenalkan kepada target marketnya. Perkenalan itu bisa dilakukan melalui berbagai bentuk kegiatan komunikasi marketing (above the line maupun below the line) dan Public Relation. Syukurlah dengan hadirnya era internet ini, maka pilihan memperkenalkan produk bisa dilakukan melalui berbagai cara yang relatif murah, seperti melalui email, milist, viral, hingga iklan di media online. Tentu saja hal ini menambah jalan untuk membuat orang mengenal produk kita.

Interest adalah proses berikutnya, calon konsumen tertarik dengan produk kita. Ketertarikan itu bisa terjadi karena memang komunikasi yang tepat bagi calon konsumen. Sebagai tambahan, di era internet ini, ketertarikan ini bisa juga terjadi apabila konsumen merasa tertarik dengan informasi yang terpapar di website kita, sehingga bagaimana menyusun sebuah website yang sesuai dengan tujuannya serta membangun pengalaman yang tepat, nyaman, dan menyenangkan saat orang menggali informasi di website juga bisa meningkatkan ketertarikan konsumen pada produk.

Search ini merupakan berkah bagi konsumen dengan adanya Google, sebelum mengambil keputusan, maka konsumen akan berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya lewat search engine. Product review, tulisan di blogs, website-website lain, milist, dan semua informasi akan terpampang dengan jelas di Google, inilah yang membantu konsumen untuk mengambil keputusan. Hal ini juga sejalan dengan data riset yang saya miliki bahwa internet user di Indonesia menganggap internet adalah jenis media nomer 1 yang membantu mereka dalam mendapatkan informasi dan juga dalam mendukung keputusan pembelian (dalam 2 fungsi tersebut, ternyata internet mengalahkan semua jenis media lain).

Action adalah tindakan konsumen, disinilah the real experience tercipta. Proses interaksi langsung antara konsumen dengan sales channel kita, transaksi, delivery, konsumsi, hingga after sales service merupakan satu kesatuan pengalaman yang benar-benar harus senantiasa dijaga agar sesuai bahkan melebihi ekspektasi dari konsumen.

Share adalah hasil setelah konsumen merasakan semua pengalaman interaksi mereka dengan produk/brand, mereka akan membagi pengalamannya kepada orang lain melalui email, chat, blogs, mailist, online forum, dan lain-lain. Sehingga pengalaman baik ataupun buruk akan mudah tersebar ke banyak orang, dan juga akan terendus oleh search engine.

Dari proses tersebut diatas, maka semua brand owner maupun pemilik produk mesti mengasah lagi pisau kreatifitasnya dalam menyikapi perubahan paradigma konsumen tersebut. Dan begitu banyak peluang dan juga tantangan yang mesti disiasati.

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Tony Fernandez dan Air Asia

Tuesday, June 10, 2008


Pada kesempatan mengikuti Asia Pasific Media Forum 2008 di Bali, saya cukup beruntung bisa ikut mendengarkan materi dari para pembicara yang sebagian cukup inspiratif. Salah satu yang paling menginspirasi adalah Tony Fernandez, CEO AirAsia, yang pada event itu diundang sebagai keynote speaker. Kebetulan Tony Fernandez -dan AirAsia- adalah salah satu yang saya kagumi. Prestasi Air Asia yang beragam, mulai keberhasilannya dalam mengembangkan Air Asia sebagai low cost carrier yang disegani, hingga prestasinya masuk dalam jajaran "50 Most Innovative Companies in The World" versi majalah Fast Company, sesuatu yang amat sangat jarang diraih oleh perusahaan dari kawasan Asia Tenggara. Dalam kesempatan itu, Tony Fernandez menceritakan sejarah Air Asia dan juga kiat-kiatnya dalam memberi sentuhan inovatif bagi bisnis penerbangan.


Presentasi dibawakan dengan sangat menarik dan penuh humor oleh Tony Fernandez. Magnet kemampuan panggungnya memang luar biasa, jadi perhatian peserta tidak tertuju pada slidenya tapi kepada dia. Dan juga banyak sekali kata-kata yang bisa diquote dari pemaparannya.

Sebagai orang berlatar belakang finance, maka memang kekuatan pengelolaan finance menjadi salah satu syarat bagi low cost carrier. Namun sebagai CEO, Tony juga menyatakan bahwa amatlah penting untuk menjadi marketing driven company. Sehingga Air Asia sangat serius membangun brand, termasuk dengan upaya co-branding dengan Manchester United (meskipun Tony penggemar West Ham :-) ) dan Williams F1, juga upaya mengelola Public Relation yang baik dengan menjaga hubungan keterbukaan dengan media. Salah satu ciri keterbukaan Air Asia antara lain berita tentang Air Asia di media selalu secara detail menyebutkan nama nara sumber di Air Asia, bukan sekedar menyebutkan "menurut juru bicara Air Asia".

Inovasi juga merupakan hal yang penting dalam segala lini bisnisnya. Misalnya, Air Asia berinovasi dalam membuka rute-rute menuju kota yang sebelumnya jarang diterbangi, seperti Bandung-KualaLumpur, atau Solo-KualaLumpur. Tentu saja itu semua di drive oleh kalkulasi bisnis dan keberanian sang CEO. Inovasi lain adalah keberanian menggunakan internet sebagai satu-satunya channel penjualan tiket, sebelum akhirnya sekarang melebar ke channel lain, namun tetap internet yang menyumbang 75-80% pendapatan mereka.

Human Resource adalah hal yang menjadi perhatian Air Asia, Tony menyebut "Sky is The Limit" untuk karir pegawainya. Ada kisah porter menjadi pilot (setelah dia menunjukkan minatnya, kemudian disekolahkan, dan lulus tes), juga ada pramugari jadi pilot kemudian menang Miss Thailand dan balik jadi pilot lagi, dan banyak kisah karir lain. Tony juga menjalin hubungan dengan semua karyawannya dengan cara membuka nomer handphone dan emailnya untuk semua karyawan, sehingga semua karyawan bisa memberikan masukan atau mengutarakan keiinginannya secara langsung ke sang CEO.

Sesungguhnya, banyak yang bisa dipetik dari uraian Tony, namun ada satu yang saya ingat terus

"If you are small, don't be afraid !"
What do you think ?



posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Tung Desem Waringin Nyebar Duit

Thursday, May 29, 2008


Seperti dimuat detikcom disini dan disini, Tung Desem Waringin sekali lagi akan menggelar aksi sensasional dalam rangka promo buku tulisannya. Kali ini dia akan menggelar aksi tebar uang 100 juta di Parkir Timur Senayan pada hari Minggu 1 Juni 2008. Tung akan menyebar uang itu dari pesawat Jabiru pada ketinggian 200 m.


Tentu aksi itu mengundang pro kontra dari sisi sosial, tapi itu adalah ide yang cukup unik dalam rangka mengenalkan produknya, serta berpotensi besar menciptakan buzz word. Dengan asumsi daripada budgetnya digunakan untuk bikin acara mewah, atau pasang billboard, maka ide Tung itu cukup bisa menghadirkan perbincangan di banyak orang.

Namun, ada masalah lain, apakah ide itu cukup bisa membantu penjualan bukunya ? Itulah pekerjaan rumahnya, menciptakan hubungan antara event dengan tujuan diadakannya event itu.

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono ( andri )
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here



Baca artikel ini selengkapnya ...

Branding from Zero (bagian 1)

Monday, May 19, 2008


Branding adalah isu yang menjadi pembicaraan menarik seputar dunia marketing. Beberapa kali blog ini membahas tema itu, tapi kali ini kita coba mengenal branding dari awal.

Kalau menurut Vincent Grimaldi

Branding is the blend of art and science that manages associations between a brand and memories in the mind of the brand's audience. It involves focusing resources on selected tangible and intangible attributes to differentiate the brand in an attractive, meaningful and compelling way for the targeted audience.


Jadi, branding bisa dilihat sebagai upaya menciptakan asosiasi antara brand dengan memori dari brand's audience (baca: calon konsumen), sehingga diperlukan upaya memfokuskan sumberdaya untuk menciptakan diferensiasi brand bagi target audiencenya.

Dengan upaya branding itu, maka brand akan memiliki elemen-elemen sebagai cara orang untuk melihat, mengingat, dan menghubungkan/mengasosiasikan sesuatu dengan brand kita. Melihat dan mengingat bisa didapatkan orang dari brand name, logo, dan tagline. Namun membuat target audience mampu mengasosiasikan brand kita dengan sesuatu memerlukan lebih dari sekedar nama, logo, dan tagline.

Untuk mempermudah memetakan beberapa hal penting dalam brand, maka Arlene Teck memberikan beberapa hal yang mudah untuk diingat:
  • Who or What You Are = your corporate brand / company name
  • Your Product is = your brand name
  • Your Product does = your tagline
Sekarang bagaimana memulai membangun sebuah brand ? Bagaimana sebaiknya memberi nama perusahaan dalam hubungannya dengan product brand ? Itu akan saya jelaskan dalam bagian kedua dari tulisan ini. Tunggu saja tulisan saya berikutnya

posted by Andrias Ekoyuono ( andri)
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

SMS Rp.1 per karakter

Thursday, May 15, 2008


Hari ini Esia melaunching tarif baru SMS mereka, yaitu menjadi Rp.1/karakter. Jadi harga SMS tergantung dari jumlah karakter SMS yang dikirim.

Di satu sisi, hal ini memang mencerminkan usaha Esia untuk berimprovisasi dalam perang tarif, seperti upaya sebelumnya dengan memperkenalkan istilah "TalkTime" untuk menggantikan pulsa bicara.



Tapi di sisi lain, hal ini adalah sekedar perang tarif yang lain. Lihat saja betapa merepotkannya menghitung tarif SMS per karakter. XL bahkan sejak lama telah punya tarif SMS gratis via Xtranya, ataupun Indosat M3 telah punya tarif SMS yang murah lewat paket tertentu, belum lagi kalau dihitung tarif-tarif SMS murah dari para operator baru, meskipun itu hanyalah tarif promosi. Tinggal dihitung aja berapa banyak karakter SMS yang rata-rata dikirim, kemana saja SMS itu dikirim (antar operator atau se operator), kemudian pilih skema tarif yang paling menguntungkan :-D .

Nampaknya mulai sekarang diperlukan konsultan, bukan hanya untuk tarif bicara, tapi juga untuk tarif SMS :-)


posted by Andrias Ekoyuono ( andri ) for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia



Baca artikel ini selengkapnya ...

Inspirasi : Mac Book Air vs Lenovo ThinkPad x300

Friday, May 02, 2008



Diatas adalah iklan dari MacBook Air. Seperti kita ketahui, MacBook Air ini mendapat tantangan dari Lenovo Think Pad x300. Namun yang seru adalah bagaimana para pecinta dua produk ini juga "berperang". Seperti yang terlihat pada video kiriman "pendukung" Lenovo di YouTube yang tertayang pada video berikut ini.




Welcome to customers era ! Dimana semua orang bisa berbuat apa saja untuk mendukung brand/produk yang mereka cintai.

posted by Andrias Ekoyuono ( andri )
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Supermi GoKar , dan Peperanganpun Terus Berlanjut

Monday, April 28, 2008


Mie Instan adalah salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Pangsa pasar untuk mie instan ini dipimpin oleh Indofood dengan brand Indomie, Supermi, Sarimi, dan Pop Mie. Namun Mie Sedaap dari WingFood telah mampu membuat Indofood bergerak lebih cepat dalam berkomunikasi dan berinovasi. Salah satunya dengan hadirnya Supermi GoKar. Apa tuh ?


Supermi GoKar singkatan dari Goreng Kari, adalah salahsatu dari 3 varian baru Supermi. Dua yang lain adalah Supermi GoSo (Goreng Soto) dan Supermi GoBang (Goreng Ayam Bawang). Saya sendiri telah menemukan varian tersebut tersedia di salah satu jaringan hypermarket. Memang komunikasi atau iklan dari 3 varian Supermi itu belum terlihat, namun itu adalah hal yang wajar di era sekarang. Distribusi didahulukan, baru kemudian komunikasi gencar dilakukan via iklan. Tujuannya adalah agar masyarakat yang tertarik dengan iklannya, lalu tertarik untuk mencoba, kemudian dapat menemukannya di toko-toko.

Anyway, kompetisi memang selalu menyajikan inovasi-inovasi menarik serta memberikan keuntungan buat konsumen.

Sudah ada ada yang mencoba 3 varian Supermi yang baru ? Mie instant apa favorit anda ?

posted by Andrias Ekoyuono (andri)
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Tarif Bicara Turun, Content Dituntut Makin Kreatif

Sunday, April 20, 2008

Baru-baru ini, salah satu penyedia content dan XL meluncurkan salah satu content terbaru yang menarik, yaitu novel terbaru dari Dewi "Dee" Lestari yang berjudul "Perahu Kertas"(yang prosesnya diceritakan di blog ini) . Novel ini dalam 6 bulan hanya akan diedarkan secara eksklusif melalui jaringan 3G XL, dengan cara mendownload langsung via wap XL Pembayarannya dapat dilakukan dengan basis langganan (mingguan) ataupun per bab dengan langsung dipotong dari pulsa pembelinya. Itu adalah salah satu kreatifitas penyedia content dalam menyikapi persaingan yang makin ketat dalam bisnis layanan penyedia content, apalagi di tengah turunnya tarif percakapan seluler. Kenapa turunnya tarif percakapan berpengaruh pada kreatifitas penyedia content ?

Pada dasarnya, semua penyedia content memperebutkan share of wallet dari konsumen seluler, artinya kue yang coba ikut dimakan adalah bagian dari Revenue Per User (baca: jumlah rupiah yang dibelanjakan pelanggan untuk membeli pulsa) tiap bulan. Dengan turunnya tarif percakapan seluler, maka pelanggan seluler akan cenderung menghabiskan lebih banyak uang (baca:pulsanya) untuk berbicara. Karena pelanggan merasakan mendapatkan value for money dengan tarif murah itu, maka pelanggan tidak sayang untuk menelpon, sehingga pada akhirnya total jumlah uang yang dibelanjakan untuk berbicara tiap bulan cenderung naik.

Namun kenaikan pembelanjaan uang untuk bicara secara signifikan itu -menurut pengamatan saya- cenderung tidak diikuti oleh kenaikan total pembelanjaan pulsa tiap bulan yang cukup sebanding dengan kenaikan belanja uang untuk bicara. Sehingga pelanggan tentu mengurangi aktifitas lain selain bicara seperti SMS dan berbagai layanan Value Added Service yang disediakan oleh penyedia content seperti SMS premium, download game, dll. Jadi kenaikan aktifitas bicara menyebabkan persentase bicara naik dalam share of wallet dari pelanggan, sementara layanan lainpun akhirnya turun share of walletnya.

Disinilah penyedia content dituntut untuk makin kreatif dalam menyajikan content-content seperti ringbacktone masih akan mampu menarik pelanggan untuk "merelakan" pulsanya karena ada unsur lifestyle dan ekspresi diri pelanggan disitu. Sementara itu, eksklusifitas penyebaran novel digital "Perahu Kertas" dari Dewi "Dee" Lestari -yang sebelumnya sukses dengan novel "Supernova"- adalah salah satu strategi tepat, karena bila novel digital itu dilaunching bersamaan dengan versi cetaknya, maka hasilnya tentu kurang maksimal.

Ada pendapat tentang content apa lagi yang masih dan bakal menarik, dan content apa yang bakal kurang menarik bagi pelanggan ?

Posted by: Andrias Ekoyuono (andri)
or Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

picture is taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Unilever pun Pernah Gagal

Monday, April 14, 2008


Unilever Indonesia adalah perusahaan yang dikenal luas sebagai perusahaan yang mampu "melahirkan dan membesarkan" berbagai brand yang akhirnya menjadi salah satu pemimpin pasar. Selain itu, Unilever Indonesia juga sukses mengakuisisi dan memperbesar brand-brand lokal. Tak perlu lagi dikisahkan kisah sukses Unilever Indonesia membesut Lux, Blue Band, Pepsodent, Lifebuoy, Dove, Pond's, Royco, Sariwangi, Taro hingga Bango. Namun Unilever pun pernah gagal.


Salah satu brand besutan Unilever yang gagal adalah Tara Nasiku. Produk nasi instan ini diluncurkan dengan harapan mampu menjadi makanan instan pengganti makanan pokok seperti halnya sukses mie instan. Logikanya cukup masuk akal, nasi adalah makanan pokok sebagian besar orang Indonesia, bila ada nasi instan maka akan besar kemungkinan produknya akan diserap dengan baik oleh pasar. Maka Tara Nasiku pun diluncurkan dengan didukung marketing communication yang luar biasa besar. Tapi produk itu gagal. Awalnya banyak orang mencoba Tara Nasiku, namun itu rupanya hanya first trial semata. Kelemahan Tara Nasiku yang mencolok adalah untuk menghasilkan nasi instan yang optimal, maka mesti dimasak dengan Teflon, hal inilah yang cukup menyulitkan konsumennya. Selain itu, rasa Tara Nasiku kurang berkenan di lidah kita (ataukah karena cara masaknya yang tidak benar ya ?). Pada intinya, ekspektasi akan rasa dan "instan" dari iklan Tara Nasiku ternyata tidak dipenuhi.

Ada lagi produk Unilever lain yang gagal, Mie&Me. Mie&Me yang diluncurkan sebagai Mie Instan yang lebih bertarget market anak muda, ternyata langsung disambut oleh sang pemimpin pasar Indofood dengan Chatz Mie. Kentara sekali Chatz Mie -yang diposisikan sebagai fighting brand- sangat mengganggu Mie&Me. Chatz Mie pun dikomunikasikan mirip dengan Mie&Me, sehingga konsumen dibuat susah membedakan antara keduanya. Belum lagi kekuatan distribusi Indofood yang susah digoyah oleh Unilever. Akhirnya Mie&Me pun tumbang, dan Chatz Mie pun segera dimatikan oleh Indofood.

Tapi Unilever bisa belajar dari kegagalan-kegagalan itu. Bisa dilihat bila saat ini Unilever cenderung mengakuisisi brand-brand lokal (Sariwangi, Taro, Bango, Buavita, dll) bagi bisnis makanan dan minumannya, karena brand yang sudah punya nama memiliki resiko lebih kecil. Tinggal pinter-pinternya Unilever membesarkan brand-brand itu.

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here



Baca artikel ini selengkapnya ...

Menemukan Hidden Needs and Wants

Tuesday, April 08, 2008


Hari senin lalu, IRadio membahas tentang "Guilty Pleasure", terungkap banyak sekali hal-hal yang suka dilakukan oleh orang-orang tetapi mereka malu mengakuinya atau menyembunyikannya dari orang lain. Semisal ada pendengar radio yang mengaku menyukai Sinetron Cahaya di RCTI tapi malu mengakuinya termasuk pada keluarganya, karena dia selalu bilang bahwa sinetron kita tidak bermutu, sehingga setiap nonton pasti sembunyi-sembunyi, dan hal semacam ini juga diamini oleh banyak pengirim SMS ke IRadio. Pengalaman serupa juga terjadi dengan hobi makan semur jengkol misalnya.

Punya pengalaman serupa ?

Demikian halnya dalam marketing, seperti dalam pengembangan produk maupun dalam menentukan program promosi. Seringkali muncul tantangan untuk menemukan kebutuhan atau keinginan "tersembunyi" dari target market.


Ada sebuah cerita dari seorang teman tentang riset yang dilakukan sebelum peluncuran majalah Cosmopolitan Indonesia. Pada waktu itu dilakukan riset terhadap target market majalah Cosmopolitan tentang content apa yang mereka sukai dari majalah wanita. Hasil riset tidak mencantumkan content edukasi seks sebagai salah satu content favorit atau yang paling diinginkan. Tapi ternyata setelah Cosmopolitan Indonesia diluncurkan, edukasi seks adalah salah satu content yang membuat Cosmpolitan digemari oleh para wanita.

Nah, itulah tantangan untuk membuat sebuah riset yang bisa mengungkapkan hal-hal yang tidak bisa diungkapkan oleh responden. Umumnya riset menemui kesulitan ketika berusaha mengetahui tingkat penerimaan pasar pada produk yang kategorinya sama sekali baru atau belum pernah ada padanannya di pasar, karena responden masih "bingung" akan kemauan dan keinginannya terhadap produk baru itu. Selain itu, ketika diadakan riset terhadap kebutuhan dan keinginannya, responden bisa saja tidak mengungkapkan yang sebenarnya karena malu, gengsi, ataupun beranggapan bahwa kebutuhan itu tidak ada gunanya untuk diungkap toh pasti tidak akan dipenuhi.

Untuk itu perlu dilakukan persiapan yang hati-hati ketika mendesain dan menganalisa hasil riset, siapa tahu anda terjebak pada hal-hal yang sebenarnya tidak penting dan mengabaikan hal-hal yang lebih penting dan masih tersembunyi.


posted by: Andrias Ekoyuono ( andri )
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

picture taken from here




Baca artikel ini selengkapnya ...

Kecap Sedaap dari Raja Follower

Tuesday, April 01, 2008

Satu lagi produk dari Raja Follower Indonesia, Wings, yaitu Kecap Sedaap. Setelah sebelumnya melakukan teaser dengan TVC dan billboard yang menggambarkan akan hadirnya produk kecap baru. Maka akhirnya Kecap Sedaap dilaunching juga ke market Indonesia. Siapa saja yang ditantang oleh Kecap Sedaap dan bagaimana strateginya ?


Dengan menggunakan Maudy Koesnaedi sebagai endorser yang menghiasi semua TV dan billboard barunya, Kecap Sedaap diluncurkan dengan tagline "Rasakan Bedanya" yang menantang calon konsumen untuk mencoba rasa dari Kecap (manis) Sedaap ini. Kecap Sedaap ini kabarnya telah dipersiapkan sejak lama, yaitu Wings memproduksi sendiri kecap manis untuk produk Mie Sedaap nya yang fenomenal itu. Memang Wings ( WingsFood) cukup serius untuk memasuki bisnis makanan, terbukti pula dengan didirikannya pabrik tepung terigu milik mereka sendiri untuk mengamankan pasokan tepung terigu untuk produksi Mie Sedaap.

Wings dikenal dengan keberhasilannya dalam menjadi follower lewat berbagai produk yang mampu menjadi jajaran papan atas penguasa market (meskipun tidak menjadi market leader) seperti SoKlin yang (follower dari Rinso), Ciptadent (Pepsodent), Smile Up (Close Up), GIV (Lux), Nuvo (Lifebuoy), Segar Dingin (Adem Sari) hingga ke Mie Sedaap yang sukses mengganggu dominasi Indofood (Indomie, Sarimi, Supermie). Formulanya selalu sama, Wings menawarkan produk dengan kualitas setara bahkan lebih baik dari sang market leader dengan harga penjualan yang lebih rendah dari harga sang market leader.

Tapi untuk pasar kecap ini sedikit berbeda, tidak seperti pasar lain yang sukses dinikmati oleh Wings, pasar kecap tidak didominasi oleh sebuah brand atau perusahaan. Bila di mie Instan didominasi oleh Indofood, dan toiletries didominasi oleh Unilever, maka pasar kecap nasional paling tidak dinikmati oleh 4 brand besar yaitu Bango, ABC, Nasional, dan Indofood yang secara bergantian memimpin pasar untuk wilayah-wilayah tertentu. Belum terhitung masih kuatnya banyak brand lokal di tiap wilayah. Apalagi berbagai modern market juga mulai memasarkan kecap private label mereka sendiri

ps : Kecap lokal apa yang populer di daerah anda ?

Kecap Sedaap tentu dihadirkan dengan harga yang murah serta didukung distribusi yang kuat dari Wings Group, namun "perang" kali ini tidak akan lebih mudah, karena lawan yang dihadapi lebih banyak.


posted by Andrias Ekoyuono ( andri )
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here


Baca artikel ini selengkapnya ...

Prasyarat Baru Premium Brand

Wednesday, March 26, 2008

Sekarang, terdapat banyak prasyarat baru untuk memposisikan diri menjadi Premium Brand. Bukan cuma kualitas, label, harga serta ekslusivitas yang menjadikan sebuah brand bisa menikmati posisi premium yang menjanjikan margin lebih besar. Trend di pasar kelas atas telah mengisyaratkan perubahan pola pikir konsumen kelas atas dalam memilih brand. Apa saja prasyarat baru yang bisa menjadikan sebuah brand berada di kelas premium ?



Service and Experience

Salah satu penelitian dari American Express menunjukkan konsumen kelas ataspun cenderung berprinsip value for money dalam memilih brand, artinya tetap menginginkan discount atau harga termurah bagi barang pilihannya, kecuali konsumen merasakan mendapat service yang bagus bahkan service yang melampaui harapannya. Selain itu, pengalaman dalam proses pembelian mampu membuat konsumen mau membelanjakan uang lebih banyak, hal inilah yang lumrah disebut dengan experiential marketing. J.Co Donuts dengan sistem open kitchen yang mengajak calon konsumen untuk menyaksikan cara pembuatannya adalah salah satu contoh keberhasilan membuat pengalaman bagi calon konsumen yang pada akhirnya mendukung posisi premium yang coba ditawarkan, sehingga konsumenpun tidak keberatan membayar lebih mahal.

Healthy Conscious

Semakin lama, konsumen kelas atas semakin sadar akan kesehatan, sehingga rela membayar lebih mahal untuk mendapatkan produk yang aman bagi kesehatan. Disinilah alasan makin lakunya produk organik meskipun harganya lebih mahal, ataupun makin menjamurnya restoran vegetarian, restoran yang menjual makanan sehat, dan lain-lain. Hal ini tidak hanya berlaku di makanan, tapi juga di produk-produk lain seperti pendingin udara. Diferensiasi "lebih sehat" dibanding produk sejenis merupakan diferensiasi yang bisa diambil untuk memposisikan diri sebagai premium brand.

Global Warming Issue and Environment Friendly

Kalau Cinta Laura berkata "Global Warming is Cool !" , maka isu itu pulalah yang membuat produk mahal seperti Toyota Prius Hybrid bisa laku karena mengusung konsep ramah lingkungan. Selain itu, proses produksi dan produk yang tidak merusak lingkungan menjadikan sebuah brand memiliki posisi premium di mata konsumen kelas atas.


Ada lagi prasyarat baru untuk premium brand ?


posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here


Baca artikel ini selengkapnya ...

Parisian , Ketika Pasar Kelas Atas Masih Menjanjikan

Wednesday, March 19, 2008

Kemarin, ada grand launching department store baru, yang bernama Parisian. Promosinya cukup mencolok dengan mengambil dua halaman tengah dan satu halaman lain di Kompas. Saat ini Parisian baru buka di Mal Taman Anggrek, dan akan segera buka di Mega Mal Pluit.

Parisian adalah department store kelas atas yang dipositioningkan berhadapan dengan Metro, Sogo, Seibu, atau Debenhams. Parisian adalah ritel fashion terbaru milik raksasa ritel lokal Matahari Putra Prima (MPP), yang saat ini telah memiliki Matahari Department Store, FoodMart, dan juga Hypermart. Pertanyaannya adalah kenapa MPP mesti membuka Parisian padahal telah punya Matahari Department Store ?


Disinilah peran positioning dari sebuah brand. Matahari Department Store adalah retail yang sudah lekat dengan pasar kalangan menengah, persepsi konsumen akan nama Matahari sudah begitu lekat dengan kalangan menengah. Jadi, begitu mendengar nama Matahari, maka konsumen sudah bisa membayangkan kira-kira merk fashion apa saja yang ada di dalamnya juga rentang harga barang-barang yang dijual didalamnya.

Sementara itu, MPP tentu juga ingin ikut merasakan gurihnya kue pasar kalangan atas yang saat ini dinikmati oleh Mitra Adi Perkasa ( Sogo, Seibu, Debenhams) dan Metro. Karena daya beli pasar kelas atas relatif lebih stabil meskipun ada goncangan ekonomi, serta menjanjikan profit yang besar.

Pilihan MPP sebenarnya ada beberapa macam. Pertama, dengan memperluas positioning brand Matahari dari ritel fashion kelas menengah saja, menjadi kelas menengah sampai kelas atas. Kedua, mengupgrade positioning brand Matahari menjadi ritel fashion kelas atas. Dan ketiga, membuat brand baru yang dipositioningkan menjadi ritel fashion kelas atas.

Pilihan pertama beresiko positioning menjadi kabur, karena hal itu membuat kebingungan dari konsumen kelas menengah yang saat ini menjadi pelanggan Matahari, dan ketidakpercayaan konsumen kelas atas . Sementara itu, pilihan kedua sangat beresiko, karena Matahari memiliki jaringan yang sangat luas hingga di kota-kota yang tidak berprospek untuk ritel fashion kelas atas. Belum lagi resiko kehilangan jumlah pelanggan yang sangat besar di kelas menengah.

Jadi pilihan ketiga dengan membuka Parisian adalah pilihan realistis dari MPP, karena tidak beresiko merusak bisnis Matahari yang sudah berjalan. Selain itu, dengan brand baru maka sejak awal komunikasi positioning, store layout, human resource, supply chain management, day-to-day operation, formasi fashion brandnya dan semua faktor bisnis lainnya bisa direncanakan dari nol, sehingga berpeluang menjadikan business plan yang lebih matang alias tidak tambal sulam.

Berhasil atau tidaknya Parisian tergantung bagaimana manajemennya dalam menyikapi perkembangan bisnis retail fashion yang bisa dibilang naturenya sangat perlu perhatian pada day-to-day operation, supply chain management, dan daily cash flow, selain tentu saja masalah marketing.

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono ( andri )
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from
here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Inspirasi : Billboard

Tuesday, March 18, 2008





Billboard tidak hanya bisa memanfaatkan papan yang diberikan, tapi juga bisa memanfaatkan lingkungan sekitar tempat pemasangan billboard sebagai pendukung. Seperti billboard produk cat yang ada di gambar ini. Di tengah makin susahnya menarik perhatian dari calon konsumen, maka kreatifitas adalah salah satu jalan keluarnya.

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono ( andri )
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Dan Bintangin pun Punya Iklan Baru

Sunday, March 09, 2008

Bintangin sempat mencuri perhatian di saat peluncurannya dengan menantang langsung sang pemimpin pasar - Tolak Angin Sidomuncul - dengan iklan ( TVC ) nya, masih inget kan iklan Bintangin jilid I yang terdiri dari beberapa versi ? Pada intinya, Bintangin ingin mengkomunikasikan tagline "Semua Orang Boleh Minum" dengan eksekusi yang mencoba menohok Tolak Angin Sidomuncul dengan pesan "Gak Harus Pintar Untuk Minum Jamu Tolak Angin" yang jelas-jelas menyerang tagline "Orang Pintar Minum Tolak Angin".

Saat itu, saya sempat berpendapat bahwa iklan Bintangin itu tidak akan cukup ampuh untuk menggoyang Tolak Angin karena beberapa hal. Antara lain, iklannya memang cukup seru untuk dilihat dan dibicarakan, namun apakah akan menjamin orang membeli produknya ? Tunggu dulu. Dengan beriklan seperti itu, justru Bintangin akan membuat orang semakin ingat akan Tolak Angin dan membuat positioning Tolak Angin makin kokoh. Selain itu, konotasi iklan Bintangin memang malah seperti memperkuat kesan Bintangin jamunya orang gak pinter, meskipun maksud sebenarnya bukanlah seperti itu. Bukankah kita lebih suka minum "jamunya orang pinter" daripada "jamunya orang gak pinter (bodoh)" meskipun kita gak pinter-pinter amat ? :-)

Sekarang, Bintangin mengeluarkan iklan terbaru dengan bintang iklan Slank. Iklan kali ini terasa agak berbeda dibanding sebelumnya, bahkan jinglenya bisa didownload disini. Apakah ini karena iklan jilid I tidak berhasil menembus angka penjualan yang diharapkan ? Ataukah memang seperti inilah strategi komunikasi Bintangin sejak awal? Tentu hanya manajemen Bintang Toedjoe yang bisa menjawabnya.

Sebenarnya, Bintangin memiliki beberapa point keunggulan dibanding Tolak Angin. Selain harga yang lebih murah, Bintangin saya rasa memiliki jalur distribusi yang kuat karena dimiliki oleh Bintang Toedjoe (Grup Kalbe) yang sangat kuat dalam distribusi Extra Joss hingga ke pelosok negeri. Jadi banyak potensi yang bisa dipakai untuk mengalahkan Tolak Angin. Tinggal dibenahi strategi komunikasinya, termasuk strategi trade marketing yang mumpuni di level pengecer.

Kita tunggu saja, apakah balasan Bintang Toedjoe terhadap Sidomuncul -yang telah mengusik kenikmatan Extra Joss dalam memimpin pasar dengan Kuku Bima nya- dengan menyerang Tolak Angin lewat Bintangin akan terus berlanjut dan makin seru.



posted by Andrias Ekoyuono ( andri )

for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Layanan Konsumen Seperti Apakah Yang Diharapkan Pelanggan ?

Wednesday, March 05, 2008

Membaca businessweek terbaru, saya temukan bahasan menarik tentang rangking kepuasan Layanan Konsumen di Amerika sana. Layanan konsumen (customer service) saat ini telah menjadi syarat untuk meningkatkan customer satisfaction yang berujung pada harapan timbulnya customer retention. Di tengah persaingan yang hiperkompetitif, tentu semua produsen mengharapkan mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya untuk menjamin kelangsungan bisnisnya. Berbagai bentuk layanan pun diluncurkan sebagai bentuk layanan konsumen seperti call centre, service centre, customer service by email, dan lain-lain.

Apa sesungguhnya harapan kita bila memanfaatkan layanan konsumen itu ?


Sebagai contoh, apa yang kita harapkan bila menelpon call centre dari sebuah produk ? Alih-alih langsung dilayani oleh customer service officer (CSO), tapi kita akan diminta mendengarkan mesin penjawab dan perlu memencet berbagai tombol dulu sebelum bisa berbicara langsung dengan CSO. Apakah berbicara dengan mesin adalah hal yang kita harapkan ? Bahkan diluar sana sudah ada situs gethuman yang membeberkan tips-tips shortcut untuk dapat berbicara langsung dengan CSO. Selain itu, bagaimana pengalaman pembaca ketika berbicara dengan CSO sebuah call centre ? Apakah memuaskan ?

Selain itu, ada yang punya pengalaman menghubungi CSO via email ? Saya pribadi pernah menghubungi CSO sebuah produk via email, dan syukurnya terlayani dengan baik. Namun ada yang punya pengalaman lain ?

"What I knew yesterday is not enough for today. I'm not responding fast enough for my customer" -- Fergal Quinn
Apapun bentuk layanan konsumen yang disediakan oleh sebuah produsen, maka harus sejak awal dipersiapkan dengan baik, apalagi layanan yang memungkinkan konsumen memberikan feedback atau komplain langsung ke produsen (seperti call centre, service centre, email, atau blog). Apabila tidak dipersiapkan dengan baik, layanan itu bisa berubah menjadi mimpi buruk karena konsumen tidak segan menceritakan pengalaman buruknya ke semua orang. Bila dulu mungkin hanya Surat Pembaca di media yang bisa menjadi ajang tumpahan kekesalan konsumen, maka sekarang sudah ada beragam media untuk itu seperti blog, milist, hingga youtube. Namun kekesalan konsumen disampaikan secara terbuka -menurut saya- biasanya dilakukan setelah dia mendapatkan kekecewaan dengan layanan konsumen "resmi" dari produsen. Untuk itu, apapun layanan konsumen anda, pastikan anda persiapkan dengan baik. Kalau anda tidak yakin siap, lebih baik jangan buka layanan konsumen apapun.



posted by Andrias Ekoyuono (andri)

for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Plus Minus Generic Brand

Monday, February 25, 2008

Apa nama tempat menyimpan air panas untuk minum atau tempat menyimpan es ? Yap, banyak dari kita yang menjawab Termos. Tapi tahukah bahwa Termos itu berasal dari sebuah nama brand, yaitu Thermos , yang memang berupa produk hotter atau cooler bagi makanan atau minuman. Thermos sendiri memiliki sejarah panjang sejak penemuan "vacuum vlask" oleh Sir James Dewar di Oxford University, yang kemudian pertama kali diproduksi secara komersial di tahun 1904 dengan pendirian Thermos GmbH. Mengingat sejarah panjangnya itulah maka tidak heran kita menyebut produk-produk yang serupa dengan nama termos, dan nama termos pun sudah menjadi generic brand untuk produk-produk serupa di Indonesia.

Generic brand pada dasarnya adalah penyebutan sebuah produk dengan nama tertentu yang menjadi sebutan umum, nah kadang karena sebuah brand sudah sangat menancap di benak konsumen di suatu area tertentu, maka sebuah brand kadang menjadi generic brand untuk produk tertentu. Selain termos (atau thermos) itu, mungkin sebagian dari kita familiar menyebut AQUA untuk air minum dalam kemasan dan Teh Botol untuk teh dalam kemasan botol. Di masa beberapa tahun lalu di beberapa daerah juga cukup familiar dengan Honda untuk sepeda motor, Indomie / Supermi untuk mie instan, dan Federal untuk sepeda gunung. Ada yang mau nambahin ?

Di satu sisi, sebuah brand menjadi generic brand adalah keuntungan karena tingginya awareness calon konsumen terhadap brand tersebut. Namun dibalik itu ada ancaman. Pernah minta AQUA ke penjual minuman tapi disodori merk lain ? dan kitapun mau menerimanya. Nah itulah ancamannya, sehingga awaraness saja tidak cukup, awareness harus diamankan hingga level pembelian produk. Sehingga disitulah peran integrasi antara marketing dan sales/distribution dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan calon konsumen, seperti Point of Sales material yang bagus, hingga trade promo yang menarik.


posted by Andrias Ekoyuono (andri)
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

picture taken from
here

Baca artikel ini selengkapnya ...