Beda Pisang Goreng Pontia dan Roti Boy

Wednesday, July 30, 2008


Yang tinggal di Jakarta tentu masih ingat bagaimana hebohnya Pisang Goreng Pontianak dengan brand Pisang Pontia, makanan ini sebenarnya adalah pisang pontianak yang digoreng "kremes". Pisang Pontia sempat menyedot banyak perhatian hingga menghasilkan antrian mengular demi mendapatkannya, bahkan sempat terjadi pembatasan pembelian hingga nyamaksimal 10 biji per pembelian. Namun sekarang Pisang Pontia sudah tidak heboh lagi, salah satu outletnya di jalan alternatif cibubur sudah tutup.

Sementara itu, Roti Boy yang juga hanya menjual 1 macam makanan berbeda nasib dengan Pisang Pontia. Sampai saat ini gerai Roti Boy masih berkibar di banyak tempat. Terus apa bedanya ? Mengapa Pisang Pontia tidak bisa bertahan seperti Roti Boy ? Mengapa Pisang Pontia hanya sekedar trend sesaat ?


Yang pertama adalah masalah rendahnya entry barrier buat kompetitor atau mee too product. Kehebohan Pisang Pontia tidak disia-siakan oleh pedagang lain, maka dengan segera bermunculan banyak penjual pisang goreng pontianak "kremes" dengan rasa yang mirip bahkan lebih enak. Pedagang-pedagang itupun bahkan kreatif dengan memberikan varian rasa yang bermacam-macam. Dengan segera pula hilanglah keunikan produk Pisang Pontia.

Hal yang berbeda terjadi dengan Roti Boy. Roti Boy mungkin sebenarnya adalah roti manis/roti polo/ bun. Tapi keunikan rasa kopinya, kerenyahannya, serta komponen rasa lainnya memang tidak bisa ditiru oleh produsen lain. Keunikan inilah yang membuat konsumen mengasosiasikan erat antara brand Roti Boy dengan produknya, artinya bila diingat kata Roti Boy, maka bayangan rasanya serta tempat membelinya sudah tertanam di benak konsumen. Roti Boy is Roti Boy, it is not just an ordinary bun.

Hal yang kedua adalah menyangkut positioningnya. Pisang Pontia dengan harga Rp. 2000,- dan berjualan di kios pinggir jalan menyasar target pasar yang lebar, hampir semua orang bisa membelinya. Kondisi seperti itu membuat nilai brand Pisang Pontia tidak tinggi, begitu ada orang lain bisa membuat produk yang serupa maka orang tidak memfanatikkan dirinya untuk harus makan pisang goreng pontianak dengan brand Pisang Pontia. Berbeda dengan Roti Boy yang positioningnya lebih tinggi. Gerainya hanya terdapat di tempat-tempat tertentu seperti perkantoran, mall, atau bandara. Di sini konsumennya memang lebih peduli terhadap brand, sehingga tingkat keterikatan konsumen Roti Boy lebih tinggi.

Secara umum pelajarannya adalah Pisang Pontia dengan cepat berubah menjadi komoditas. Bila sebuah brand sudah berubah menjadi komoditas, maka nilainya menjadi sulit dipertahankan. Maka diferensiasi amatlah penting untuk menjaga "jiwa" dari brand agar tidak berubah menjadi komoditas.

Anyway, meskipun meredup, toh pemilik Pisang Pontia sudah untung besar bukan ? :-D


posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Momentum Promosi Lagu

Monday, July 28, 2008

Dengan populernya ringbacktone yang konon kabar keuntungannya sudah bisa menutupi penurunan keuntungan karena pembajakan CD, maka upaya promosi untuk lagu karya musisi anak negeri makin gencar dilakukan. Lebih gurih lagi adalah kenyataan bahwa saat ini adalah momentum yang tepat untuk mempromosikan lagu dengan makin beragamnya media yang bisa digunakan.

Bila beberapa tahun terakhir radio menjadi andalan satu-satunya setelah makin sempitnya lahan menayangkan video klip, praktis hanya MTV lah yang bisa dipakai menayangkan video klip secara relatif utuh. Namun sekarang TV Nasional lain seperti SCTV, RCTI, dan ANTV kembali menayangkan acara pemutaran video klip dengan tajuk "Inbox", "Dahsyat", dan "Klik".

Tidak hanya televisi, YouTube rupanya juga menjadi ajang promosi yang seru untuk penayangan video klip utuh. Pasti hanya ampuh untuk penyanyi yang sudah terkenal ? Ternyata tidak. Sudah coba cek penyanyi pendatang baru dengan nama Aura Kasih di YouTube ? Silahkan dicek disini. Ternyata video klipnya sudah dilihat ratusan ribu kali di YouTube. Atau coba cek video klip Afgan yang tak kalah populernya disini dan disini.



Selain itu, soundtrack sinetron juga merupakan ajang ampuh untuk mempromosikan lagu, terbukti dengan makin larisnya Letto setelah lagunya menjadi soundtrack sinetron. Belum lagi ditambah iklan-iklan ringbactone lagu tertentu yang memang didesain untuk mempromosikan lagu (dan ringbacktonenya).

Jadi, bikin video klip dan promosikan lagumu sekarang ! :-D

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Advertorial : Google & detikcom Bikin Seminar

Monday, July 21, 2008

Jumlah pengguna internet terus bertambah. Bagaiamana pengusaha UKM dapat memanfaatkan peluang tersebut ? Bagaimana memanfaatkan internet untuk pengembangan bisnis UKM dengan biaya terjangkau ?

Google dan detikcom menyelenggarakan :

Seminar*
MEMANFAATKAN INTERNET UNTUK PENGEMBANGAN BISNIS



Kamis, 14 Agustus 2008, pukul 08.30
Bertempat di Ballroom 3B- 3C, The Ritz Carlton Pasific Place, Jakarta
Pembicara :
- Derek Callow, Marketing Lead - Southeast Asia, Google Inc.
- Budiono Darsono, Founder, detikcom
- Robby Susatyo, Managing Director, Synovate Indonesia

TEMPAT TERBATAS !

Registrasi : Indri (021) 794 1177 ext 576 atau indri@agrakom.com
Biaya registrasi : Rp. 100.000,- termasuk free Google Adwords senilai $50, free detik Adpoint senilai Rp 250,000,- , coffee break, lunch.
*Seminar ini untuk pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah

Seminar ini juga didukung oleh :
SWA, Marketing, Franchise, dan SmartFM

Baca artikel ini selengkapnya ...

Pameran Bukan Hanya Untuk Jualan

Sunday, July 13, 2008


Pameran merupakan salah satu ajang promosi yang populer. Seperti halnya promotional tools yang lain, keikutsertaan sebuah brand dalam pameran perlu dipersiapkan dengan seksama. Diawali dari identifikasi siapakah pengunjung pameran itu, lokasinya, dan apakah tujuan dari sebuah brand untuk berpameran.

Keikutsertaan di ajang Jakarta Fair misalnya, umumnya brand memanfaatkan ajang sebulan penuh itu dengan tujuan utama terjadinya transaksi penjualan, baik langsung ke end user maupun melalui perekrutan distributor dan outlet-outlet baru. Sementara, ajang pameran seperti Indonesia International Motor Show 2008 biasanya bukan hanya bertujuan untuk penjualan, namun juga merupakan ajang branding maupun launching produk baru. Karena IIMS bisa dibilang merupakan showcase dari para pelaku industri otomotif di tanah air.

Seperti yang dilakukan Toyota pada IIMS 2008 ini. Bila semata-semata hendak mengejar transaksi penjualan di pameran, maka Toyota tidak akan repot-repot mendatangkan i-Real, FT-HS, maupun Toyota Prius. Karena kendaraan-kendaraan itu saat ini tidak dijual di pasar Indonesia dan tentu butuh proses dan biaya yang tidak murah untuk menghadirkannya di IIMS 2008. Hal itu merupakan cara Toyota untuk menegaskan tagline "Moving Forward" kepada para pengunjung maupun media yang meliput pameran. Dengan makin tertanamnya brand credibility dari Toyota di mata pengunjung, maka produk-produk baru yang diperkenalkan di acara tersebut ( seperti Toyota Alphard baru), maupun produk-produk yang lain akan mendapat imbas nafas "Moving Forward" juga.

Jadi pameran bukan sekedar jumlah transaksi, ada tujuan lain yang bisa dicapai asal disesuaikan dengan acara, peserta, pengunjung, lokasi, dan nilai event pameran itu sendiri di mata masyarakat dan media.

NB :
- Toyota Prius adalah simbol kampanye hijau yang cukup sukses di luar sana, denger-denger ada 6 biji yang didatangkan Toyota Astra Motor untuk diujicoba
- Toyota Yaris yang dimodif ternyata keren juga , seru juga kalau melengkapi line-up Toyota di rumah, ada yang punya pengalaman ?



posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Mengenal Segmen Upper Market

Wednesday, July 09, 2008


Pasar kelas atas merupakan pasar yang sangat menjanjikan, Nielsen menyebutnya dengan istilah Upper Market. Orang-orang di segmen inilah yang disebut gak ada matinya ! alias relatif tidak terpengaruh terhadap fluktuasi harga kebutuhan pokok. Menurut Nielsen, segmen upper market ini mencapai 1,6% dari populasi Jabodetabek dan 2,3% dari populasi Surabaya. Nah siapa saja yang disebut upper market oleh Nielsen ?

Kriteria Upper Market menurut Nielsen adalah:

  • Household Socio Economic Status/SES (maksimum 4 anggota keluarga) adalah sebesar pengeluaran minimum Rp. 5 juta perbulan, dan SES minimum per orang adalah Rp. 1,25 juta. SES dihitung berdasarkaan pengeluaran rata-rata rumah tangga per bulan untuk belanja rutin, termasuk semua pengeluaran belanja sehari-hari seperti makan, uang sekolah anak, listrik, air, rokok, gaji pembantu, sewa bulanan dan pengeluaran rutin lainnya. Tetapi tidak termasuk arisan, cicilan, kontrak rumah, menonton bioskop, rekreasi, pakaian dan pengeluaran tidak rutin lainnya.
  • Tempat tinggal merupakan bangunan bata/ permanen dengan pagar (kecuali di area real estate yang menisyaratkan tanpa pagar).
  • Tempat tinggal berlokasi di tepi jalan 2 arah (jalan yang bisa dipakai bersimpangan 2 mobil).
  • Harus memiliki : kulkas, kompor gas (minimal 2 burner), AC, dan mobil pribadi.
  • Memiliki minimal 14 dari 28 alat rumah tangga yang lain (menurut daftar).
Nah, sudah tahu kriterianya ? Jadi ini memang segmen yang menarik bagi para marketer.


posted by Andrias Ekoyuono
for Inspiras dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...