Turut Berduka Cita Atas Musibah Gempa Bumi Yang Menimpa Jogja ( Yogyakarta, Bantul, Klaten, dan sekitarnya). Semoga semua korban dan keluarganya diberi kekuatan dan ketabahan.
jogja my second hometown
jogja my second hometown
Posted by andri at 8:35 AM
Diseño original por Just Skins | Adaptación a Blogger por Blog and Web | 99 Computer | Blogger Templates
1 comments:
Desa kami di Sleman tak luput juga dari permasalahan dana rekonstruksi yang pelik. Ada 4 rumah yang sama sekali tidak masuk kategori ringan menurut juklak tapi mendapat bantuan dana rekonstruksi kategori berat. Ke-4 rumah tersebut hanya retak-retak ringan saja. Disinyalir hal ini disebabkan adanya salah satu oknum OMS yang mempunyai kedekatan khusus dengan pejabat kelurahan.
Sementara rumah Bapak Muljimin, Bapak Ponidi, dan Bapak Sandi yang sebenarnya masuk kategori ringan menurut juklak (35% genteng runtuh), tetapi bisa kategori sedang atau berat kalau melihat kondisi sekitarnya malah sama sekali tidak mendapat bantuan. Ada juga beberapa rumah lain yang mengalami rusak ringan seperti ke-4 rumah diatas juga tidak mendapat bantuan.Rumah Bapak Ponidi misalnya, 35% gentengnya runtuh, tetapi oleh oknum OMS pada waktu pemeriksaan pasca gempa dikatakan yang runtuh hanya bagian dapur sehingga tidak mendaat bantuan (pada saat itu saya menyaksikan dan mendengar sendiri oknum tersebut mengatakan demikian). Namun kenyataannya ada rumah yang rusak bagian dapur juga mendapat bantuan. Bahkan rumah oknum OMS tersebut (yang hanya retak-retak sedikit) malah mendapat bantuan kategori berat.Selain itu masih banyak lagi kejanggalan pada penyaluran dana rekonstruksi di desa kami.
Berbagai penyimpangan itu mendorong ayah saya (sebagai ketua RW dan OMS) disertai beberapa tetangga melakukan protes ke kelurahan, namun ditolak. Kemudian mereka ke kecamatan dan disarankan untuk menyelesaikannya di desa. Setelah kembali ke kelurahan, Ayah saya bertemu langsung dengan Pak Lurah, beliau menjawab bahwa ditingkat desa tidak ada pengaduan. Kalau ingin membuat pengaduan langsung saja ke Bawasda di kabupaten. Ayah saya kemudian minta surat pengantar dari Lurah tersebut untuk dibawa ke kabupaten. Di kabupaten mereka menemukan fakta bahwa laporan dari OMS yang sebenarnya telah diganti dengan laporan OMS fiktif. Pada saat dikonfirmasi, Kepala Dukuh mengaku tidak tahu-menahu soal ini (padahal beliau tanda tangan juga kan?). Bapak Lurah juga mengatakan bahwa laporan dari desa tidak sesuai juklak (lalu kenapa tanda tangan juga?).
Beberapa lama kemudian ada panggilan dari kecamatan untuk menyelesaikannya secara damai. Di Kecamatan telah berkumpul pejabat kecamatan, pejabat kelurahan, kepala dukuh, dan dari kepolisian sector seyegan. Bapak-baak yang terhormat ini memutuskan bahwa hari itu masalah harus selesai. Diputuskan dari 29 Pokmas masing-masing dipotong 500 ribu untuk diberikan pada Bapak Muljimin (yang dianggap kondisinya masuk kategori parah). Masyarakat pada saat itu dianggap sudah tidak bergolak. Sehingga bila masyarakat bergolak lagi kami diancam akan ditangkap sebagai provokator. Namun setelah dana tahap II turun, ternyata Pak Muljimin hanya menerima 8 juta saja.
Hari kamis 25 Januari 2007 tim verifikasi dari Kecamatan turun ke lapangan dengan dipandu Oknum OMS yang mendapat bantuan. Kami sempat protes (bahkan sempat adu mulut dengan oknum OMS tersebut), tapi mereka menjawab semua tergantung data dari OMS. Mereka hanya memeriksa penggunaan bantuan yang menurut kami telah banyak diselewengkan. Apakah ini hanya tim verifikasi fiktif? Karena kenyataanya mereka hanya memeriksa menurut panduan oknum OMS tersebut yang notabene telah banyak memanipulasi data.
Senin 29 Januari 2007, Kecamatan Seyegan didatangi wartawan menanyakan tentang adanya potongan dana rekonstruksi yang tidak seharusnya. Sehingga petugas kecamatan turun kedesa untuk memeriksa, namun hal ini tidak diakui oleh oknum OMS yang merangkap sebagai pokmas tersebut.
Rabu, 7 Februari 2007 Tim verifikasi dari Bawasda datang ke kelurahan Margoagung. Tapi tim ini dihalau oleh kelurahan agar tidak perlu turun ke lapangan karena permasalahan telah diselesaikan di tingkat desa. Tapi kami berusaha mengejar dan setelah diskusi agak lama, mereka mengatakan akan memeriksa langsung dalam waktu kurang dari seminggu.Sabtu 10 Februari 2007 tim verifikasi dari Bawasda datang memeriksa. Kebetulan tidak ada warga yang tahu proses pemeriksaan tersebut.
Harapan kami semoga pemriksaan oleh tim verifikasi tersebut benar-benar obyektif. Sebab banyak kami baca dikoran bahwa korban gempa yang benar-benar parah di Bantul justru banyak yang tidak mendapatkan bantuan tersebut. Sementara didesa kami yang tingkat kerusakannya ringan saja tidak termasuk (berdasarkan juklak pemeriksaan) malah justru mendapat bantuan kategori berat, hanya karena dekat dengan oknum pejabat desa.
Sebagian besar rumah yang mendapat bantuan kategori berat kenyataannya saat ini telah selesai marenovasi rumahnya. Padahal bantuan tahap II baru saja turun, dan yang III sama sekali belum turun.
Sebagai warga kami bener-bener gregetan dibuatnya. Korupsi di depan mata kok sulit sekali diberantas. Bagaimana mungkin Indonesia bias maju, kalau korupsi sudah mendarah daging dan terukir di tulang. Didesa kami saja banyak jenis bantuan (SLT, raskin, dsb) yang tidak sesuai sasaran. Sebagai contoh, ada 2 warga kami yang mendapat raskin padahal punya mobil.
Dari berbagai kasus KKN ini kami cuma berharap agar warga desa kami yang hanya petani sadar bahwa mereka sering dibohongi dan jangan mau lagi dibohongi. Mohon doa restu dari pembaca sekalian, karena bagi kami kasus ini nampak sudah tidak ada harapan bagi kami yang menginginkan dicabutnya bantuan untuk ke-4 rumah yang tidak rusak tadi.
Kepada redaksi mohon untuk mengedit dan memperhalus uneg-uneg kami tanpa mengurangi ataupun menambahi pesan yang disampaikan agar layak cetak.
DYAH KUMALASARI
BANYUURIP DN III MARGOAGUNG SEYEGAN SLEMAN
55561
Post a Comment