Marketing Politik

Thursday, September 25, 2008


Ranah dunia perpolitikan Indonesia mulai menghangat lagi menjelang Pemilu 2009. Hajatan 5 tahunan ini juga menjadi hajatan besar bagi para marketer, khususnya rekan-rekan advertising agency hingga produksi. Iklan TV. printAd, hingga spanduk dan kaos adalah sarana partai, (bakal) capres, dan caleg memperkenalkan dirinya.

Suasana hangat bisa dirasakan dari layar kaca. Iklan Sutrisno Bachir, Rizal Mallarangeng, Prabowo, dan lain-lain berseliweran mencoba menarik perhatian. Tidak kalah ramai juga iklan partai-partai seperti Demokrat, Hanura, hingga Gerindra. Demikian juga suasana jalanan sudah dimeriahkan dengan berbagai umbul-umbul, spanduk, dan bendera.


Politik memang ladang yang gurih untuk dimarketingkan. Bukan hanya Pemilu DPR dan Pilpres saja, Pilkada Langsung telah menyebabkan jumlah hajatan politik berlipat ganda. Coba hitung saja, ada berapa banyak kabupaten/kota dan propinsi, dan kalikan dengan jumlah calon kepala daerah, maka didapatkan potensi besar bagi marketer.

Namun marketing politik tidaklah mudah. Kita mulai saja dari target marketnya. Para pemilih tersebar dalam beragam segmen: usia muda hingga tua, tinggal di kota maupun desa, pria dan wanita, agama yang berbeda, miskin hingga kaya, tidak berpendidikan hingga doktor, dan lain-lain. Jadi target marketnya beragam sekali, susah sekali bila hanya mengandalkan suara dari 1 segmen saja untuk menang. Karena target market beragam, maka komunikasi yang diciptakan tentu akan berbeda di tiap segmen.

Karena beragam itulah, maka komunikasi Above The Line (ATL) via iklan (TV, radio, koran) sering menjadi pilihan pertama. Namun itu semua hanya menghasilkan Awaraness semata. Sementara dalam teori klasik tentang hubungan kepada calon konsumen mengikuti alur AIDA (Awaraness Interest Desire Action) atau AISAS (Awaraness Interest Search Action Share) bagi konsumen di era internet. Jadi akibatnya bila hanya sebatas komunikasi ATL, maka masih jauh untuk mendapatkan suara pemilih. Idealnya dilakukan kombinasi kegiatan marketing hingga pemilih melakukan "Action". Maka tidak heran bila calon/partai -seperti halnya produk- kerap mengumbar gimmick dan bonus agar pemilihnya tidak berpaling :-)

Sales force juga merupakan faktor yang sangat penting dalam keseluruhan elemen marketing. Nah dalam politik, sales force ini adalah para kader. Seperti halnya sales force, maka memang sulit untuk mengharapkan kader bekerja keras menjual calon/partai apabila tidak ada insentif yang memadai. Insentif yang diharapkan para kader itu bisa berupa finansial, sosial, emosional, maupun tujuan religius. Sehingga perlu disusun dengan cermat program pengembangan kader termasuk insentifnya.

Kesimpulannya, marketing politik bukanlah hal yang sederhana. Ada yang mau nambahin ?

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspiras dan Studi Kasus Marketing Indonesia

Baca artikel ini selengkapnya ...

Jose Mourinho, Sebuah Brand

Tuesday, September 16, 2008


Bila para pecandu sepakbola ditanya siapakah pelatih sepakbola yang paling dikenal di dunia saat ini ? Maka nama Jose Mourinho -sekarang melatih Inter Milan- akan banyak disebut. Apalagi bila dikaitkan dengan berapa banyak tulisan di media yang memuat namanya, maka hampir dipastikan bahwa kepopuleran Jose Mourinho alias The Special One di media akan sulit ditandingi, bahkan oleh para pemain bintang sekalipun. Setiap ucapan, komentar, dan tindakannya selalu menjadi berita menarik bagi media maupun bagi para pecandu sepakbola. Bila anda mengikuti pemberitaan dunia sepakbola, tentu masih ingat bagaimana hebohnya pemberitaan tentang dimanakah Jose Mourinho akan melatih setelah keluar dari Chelsea, hebohnya tidak kalah dengan berita isu transfer Cristiano Ronaldo dari MU ke Real Madrid.


Sebagaimana layaknya sebuah brand, Mourinho merupakan personifikasi yang diharapkan dari sebuah brand. Dimulai dari kualitas kepelatihan yang terbukti dengan menyumbangkan banyak gelar buat Porto maupun Chelsea, penampilan keren dan menarik di pinggir lapangan, hingga kepiawaiannya ber public relation dengan menggunakan pernyataan-pernyataannya yang selalu menjadi bahan berita bagi media. Mourinho juga piawai mengelaborasi resource yang dia miliki untuk bekerja bersama memenangkan laga, terbukti dengan kedekatan dengan para pemainnya. Bahkan berkat kepopulerannya maka media tidak mengarahkan tekanan ke pemain tetapi ke Mourinho, dan justru The Special One menyukai hal itu sebagai upaya melindungi kesolidan timnya.

Inter Milan bukan cuma merekrut seorang pelatih, tapi Inter Milan merekrut sebuah brand yang dahsyat. Roberto Mancini saja yang telah menyumbangkan gelar juara serie A yang lama didamba harus rela ditendang demi kehadiran The Special One. Bukan hanya Inter Milan yang menuai efek marketingnya, tapi juga Serie A bagaikan mendapatkan setitik cahaya untuk mendapatkan lagi perhatian dari insan sepakbola dunia. Maka tidaklah heran bila Jose Mourinho adalah pelatih termahal di dunia. That's the power of (personal) brand !

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...

Me-marketing-kan Jalan Tol ?

Thursday, September 04, 2008


Jalan tol tidak bisa lepas dari kehidupan orang Jakarta, tiap hari selalu padat oleh kendaraan berbagai tipe. Setiap bepergian, nampaknya jalan tol bukan lagi menjadi jalan alternatif, tapi lebih menjadi pilihan utama. Dari situ muncul pertanyaan menggelitik, perlukah me-marketing-kan jalan tol ?

Jawabannya, untuk saat ini adalah "Tidak !". Marketing muncul apabila konsumen dihadapkan pada pilihan akan produk/jasa, sehingga sebuah produk/jasa perlu melakukan aktifitas marketing agar dipilih oleh konsumen. Jadi marketing lahir akibat kompetisi dengan kompetitor, baik itu direct competitor maupun indirect competitor.

Pada kasus jalan tol ini, konsumen tidak punya pilihan lain selain memakai jalan tol (meskipun tetap macet juga). Lain soal bila indirect competitor dari jalan tol mulai berhasil menarik minat pengendara mobil. Misalnya, karena adanya subway atau busway yang nyaman, maka jumlah pengendara mobil berkurang drastis sehingga jalan tol tidak lagi menjadi bisnis yang menguntungkan. Nah barulah jalan tol perlu di-marketing-kan.

What do you think ?

posted by Andrias Ekoyuono
for Inspirasi dan Studi Kasus Marketing Indonesia
picture taken from here

Baca artikel ini selengkapnya ...